kita,” kata Wahyu.—Rappler.com Hanya ada satu, tidak ada lagi aku atau kamu. “Setelah menikah,
yang dijawab secara bergantian oleh Aslima dan Wahyu. bahkan akun media sosial yang mereka miliki hanya satu, Telepon seluler keduanya bisa diakses dengan bebas oleh pasangannya, dan tak ada urusan yang disembunyikan. tak ada privasi, Di antara mereka tak ada rahasia lagi,
begitu juga Wahyu terhadap istrinya. Aslima tidak pernah khawatir suaminya akan berpindah ke lain hati atau mendua, Pasangan ini saling memercayai.
Saya melengkapi Mas Wahyu dan begitu juga Mas Wahyu melengkapi kekurangan saya,” kata Aslima. “Kami saling melengkapi.
mereka berdua merasa sama-sama beruntung karena bisa saling memiliki. bagi pasangan ini, Namun, Banyak orang yang menganggap Aslima adalah perempuan beruntung karena dinikahi pria yang normal dan setia.
Ia mengasuh kedua anak perempuannya —semuanya terlahir sempurna— terutama si sulung yang sangat dekat dengannya. Wahyu juga tak jarang membantu kesibukan rumah tangga. Ketika di rumah,
Aslima lah yang kemudian meredam emosi suaminya dan mengingatkan agar ia tak usah peduli dengan penilaian orang. kesabaran Wahyu luntur ketika ada orang yang mencemoohnya. Terkadang,
ketidaksempurnaan fisik istrinya bukanlah aib. Baginya, ketika tidak memakai kursi roda. Ia tak malu ke mana-mana menggendong istrinya di punggung, adalah laki-laki setia. di mata Aslima, Wahyu,
Pasangan setia
ia hanya sesekali menjaga kiosnya karena lebih sibuk mengasuh kedua anaknya. Namun sejak anak keduanya lahir, Aslima sering menemani suaminya berjualan.
yang kini menjadi salah satu destinasi wisata Lava Tour Merapi. sepelemparan batu dari bekas rumah juru kunci Merapi Mbah Maridjan, Cangkringan, Wahyu kini memiliki dua lapak kerajinan dan cinderamata di Dusun Kinahrejo, Ia juga meminta Wahyu untuk mengajari membuat kerajinan akar wangi agar bisa membantu pekerjaan suaminya.
Ia tidak ingin keterbatasan fisiknya menghalanginya beraktivitas seperti perempuan lain. dan mengasuh anak. mencuci, memasak, dari mulai membersihkan rumah, Aslima menyelesaikan pekerjaan rumahnya tanpa pembantu,
tetapi Mas Wahyu pantang menyerah,” kata Aslima. Saya tidak mau menikah jika tak ada restu dari orangtua calon suami saya, setiap orangtua pasti menginginkan menantunya sempurna. “Wajar,
Ia bisa melakukan semua pekerjaan sendiri,” ujar Wahyu. “Istri saya tak ada bedanya dengan perempuan lain yang badannya lengkap.
dan membesarkan anak-anak. mengurus rumah, melayani suami, Aslima juga ingin hidup seperti keluarga normal dan berperan sebagai istri pada umumnya, Mereka ingin membuktikan bahwa mereka bisa mandiri.
Sleman. Keduanya kini tinggal di sebuah rumah di kawasan Kaliurang, Wahyu dan Aslimah memutuskan tinggal terpisah dari kedua orangtua mereka. Sejak menikah,
Hidup mandiri
lalu dipaksa bekerja sebagai pengemis di pasar oleh kerabatnya sendiri— dan cara menghadapinya. diremehkan, dihina, Ia sering diundang sebagai motivator dalam berbagai acara di Yogyakarta untuk bercerita tentang pengalaman hidupnya yang pahit di masa lalu —terlahir tak sempurna, Pikiran positif dan sikap hidupnya yang optimistis kemudian membuat Aslima memiliki banyak kawan.
karena hidup saya bukan untuk dikasihani,” ujar Aslima. Saya selalu menolak, “Saya sering diberi uang oleh orang yang merasa iba di jalan.
tetapi tantangan hidup untuk ditaklukkan. perempuan yang selalu ceria dan suka bercerita itu semakin tegar dan menganggap cacat badannya bukan halangan, Sebaliknya, Tetapi ia tak pernah marah dan menyesali garis hidupnya. dari sejak duduk di bangku SD hingga SMA. Aslima sudah kenyang cemoohan orang atas kondisi fisiknya,
“Ibu saya tidak ingin mendahului takdir karena jodoh itu urusan Tuhan,” kata Aslima.
karena ia ingin tetap membesarkan hati anak bungsunya meskipun ia sendiri tak yakin bahwa Aslima kelak akan menemukan jodohnya. sang ibu akhirnya memutuskan menolak Tumplak Punjen, Ketika hampir digelar,
sebuah tradisi untuk menandai hajatan terakhir seiring dengan selesainya tugas orangtua menikahkan semua anaknya. orangtua Aslimah didesak agar menggelar upacara Tumplak Punjen, Dalam pernikahan sang kakak, Aslima dianggap tidak akan pernah menikah karena akan sulit mendapat jodoh dengan keterbatasan fisiknya. Di keluarga besarnya sendiri,
Mereka memperkirakan pernikahan itu tak bertahan lama. tak sedikit pula yang sinis dan menganggap pernikahan itu hanya mencari sensasi. Namun, banyak yang mengatakan orangtua Aslima beruntung karena ada laki-laki “normal” dan tampan yang bersedia menikahi anaknya. Melihat Wahyu di pelaminan,
karena mereka ingin tahu siapa gerangan yang meminang gadis yang pernah divonis oleh warga tak bakal menikah itu. Pernikahan itu juga menggemparkan penduduk desa, Pesta pernikahannya dilangsungkan secara meriah di kampung halaman Aslima.
Keduanya mendapat lampu hijau dari orangtua Wahyu dan menikah di Kudus pada 17 Mei 2010. Kegigihan Wahyu untuk membangun mahligai bersama Aslima akhirnya meluluhkan hati orangtuanya.
Ia terus menceritakan bahwa calon istrinya adalah perempuan mandiri yang aktivitas kesehariannya tak bergantung orang lain. dan justru sebaliknya menjadi pelengkap hidupnya. Wahyu terus meyakinkan orangtuanya bahwa Aslima bukan beban baginya,
tetapi Mas Wahyu pantang menyerah,” kata Aslima. Saya tidak mau menikah jika tak ada restu dari orangtua calon suami saya, setiap orangtua pasti menginginkan menantunya sempurna. “Wajar,
Aslima tak pernah sakit hati dan menganggap wajar sikap orangtua Wahyu.
Wahyu ingin menikahi Aslima tetapi hambatan terbesarnya adalah orangtuanya sendiri yang tidak setuju dengan keputusannya. Dua tahun kemudian,
Jarak yang semakin pendek membuat keduanya sering bertemu dan akhirnya berpacaran. mengikuti pelatihan keterampilan di sebuah yayasan yang bekerja untuk penyandang disabilitas. Aslima kemudian pindah ke Yogyakarta,
keduanya bertukar nomor telepon dan sering berkomunikasi. Selanjutnya, Aslima menyodorkan sebotol air mineral karena melihat Wahyu kegerahan dan bercucuran keringat. mereka lalu berbincang. Aslima tertarik dengan kerajinan yang dijual Wahyu,
saya jatuh cinta pada Aslima karena kebaikan dan ketulusan hatinya,” kata Wahyu. fisik bukan segalanya, “Bagi saya,
itu melihat Aslima sedang berjalan-jalan di pasar malam dengan kursi roda. Gunungkidul, Pemuda asal Semin, Jawa Tengah. Wahyu berjualan kerajinan akar wangi karyanya di sebuah pasar malam di Kudus, Suatu hari, Benih cinta mereka berawal dari sebotol air minum.
Cinta dalam sebotol air
orangtua Wahyu sempat tak merestui hubungan mereka karena beranggapan bahwa memiliki istri penyandang disabilitas akan menjadi beban. Bahkan, tak percaya atas pilihan hidupnya. Keputusannya ini membuat kerabat dan teman-teman Wahyu geleng-geleng kepala,
saya jatuh cinta pada Aslima karena kebaikan dan ketulusan hatinya,” ujar Wahyu. fisik bukan segalanya, “Bagi saya,
tanpa mempertimbangkan fisik. Wahyu merupakan segelintir dari laki-laki di dunia ini yang bersedia menerima perempuan difabel sebagai pasangan hidupnya atas dasar cinta, Kisah cinta mereka tak biasa.
wanita 30 tahun itu hidup hanya dengan separuh badan. Sejak bayi, Ia terlahir tanpa memiliki kedua tungkai dan mengalami cacat pada jari-jari tangan kanannya. tak bisa beraktivitas tanpa kursi roda. Aslima, Sang istri,
sementara istrinya membonceng di belakang sambil memeluk erat suaminya. Pria 29 tahun itu menyalakan mesin sepeda motornya, lalu mendudukkannya di atas sadel sepeda motor yang terparkir di teras rumahnya. menggendongnya keluar rumah, Wahyu Nugroho mengangkat istrinya dari kursi roda,
Source: Rappler.com
EmoticonEmoticon
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.