“Saya berharap UNCHR memberi saya tempat tinggal dan tempat yang aman untuk hidup,” kata Ahmad.
menunggu adalah jalan terbaik dibanding ia harus kembali ke negara asalnya di Ethiopia. Bagi Ahmad, pencari suaka seperti Ahmad masih setia menunggu negara tujuannya di Eropa. akibat peperangan dan kemiskinan parah di negara-negara asal mereka, Meski banyak problem pelik dunia menghadapi gelombang pengungsi yang setiap tahun terus-menerus mengalir dan membanjiri negara-negara transit,
demikian Hafidz. Ia akan menambah daftar para pengungsi dan pencari suaka lebih lama singgah di Indonesia, Kebijakan teranyar dirilis oleh pemerintahan Trump yang melarang para migran dari tujuh negara muslim. mengeluarkan kebijakan tentang pembatasan para pencari suaka. umumnya Australia dan Amerika, Apalagi negara tujuan para pengungsi, bertambahnya jumlah migran transit ke Indonesia membawa persoalan baru. Di sisi lain,
tak semua pengungsi langsung diterima oleh negara ketiga; negara-negara tujuan ini menyeleksi para pengungsi untuk menjadi warga negara mereka. Namun, UNHCR hanya bisa mengajukan dari nama-nama para pengungsi dalam daftar yang mereka miliki kepada negara yang telah meratifikasi status pengungsi 1951. UNHCR tak bisa menentukan negara ketiga menjadi tujuan pengungsi. Ia menjelaskan,
menjelaskan problem bertambahnya jumlah pencari suaka dan lamanya waktu menuju negara ketiga memang menjadi persoalan tersendiri. sebuah jaringan masyarakat sipil yang bekerja bagi perlindungan hak-hak pencari suaka dan pengungsi di Indonesia, koordinator advokasi dari Suaka, Baca laporan khusus Tirto pada Oktober 2016 mengenai praktik penyelundupan manusia dari para migran transit menuju Australia: Skandal Suap Manusia Perahu yang Menggoyang Indonesia - AustraliaMuhammad Hafidz,
praktik kekerasan pun marak terjadi. Bagi yang tinggal di rumah detensi, Mereka menjalani risiko maut: tenggelam dan terlupakan. yang jadi lokasi terdampar para manusia perahu yang ditolak negara-negara tujuan suaka. dari Aceh hingga Pulau Rote, Banyak kisah di perairan Indonesia, Mereka menjalani apa yang disebut "manusia perahu". sebagian pengungsi dan pencari suaka ini rela membayar jasa penyelundup untuk bertaruh nyawa di lautan lepas. Bagi yang nekat,
yang memiliki kartu suaka dari UNHCR. pendek, “Saya masih menunggu,” kata Alsif,
Bahkan ia tak pernah pindah tempat tinggal karena merasa nyaman dengan kondisi lingkungan dan udara Cisarua. Selama itu ia hanya bepergian tak jauh dari Cisarua. Alsif terkatung-katung selama empat tahun menunggu penempatan negara ketiga.
negara mayoritas muslim yang dilumat peperangan sektarian dan korban dari "perang melawan teror"-nya Negeri Paman Sam. Afganistan, yang datang dari Kabul, 35 tahun, Itu dialami Muhamad Alsif,
hingga Makassar. Pontianak, dari Jakarta, Mereka tinggal dari Medan hingga Kupang, tertahan di Indonesia selama bertahun-tahun. yang lebih banyak, Sisanya, sedikit dari mereka yang diproses menuju negara baru. Bak kisah orang buangan,
Mereka kemudian menyewa rumah indekos sambil menunggu penempatan negara ketiga oleh UNHCR. Faktor keterbatasan fasilitas itulah yang mendorong para pengungsi menyebar ke beberapa wilayah di Indonesia.
temasuk apa yang disebut "imigran mandiri." Puluhan ribu pengungsi dan pencari suaka ini tak semuanya bisa ditampung di 13 rumah detensi punya pemerintah Indonesia. 5.993 orang, dan sisanya, 4.225 orang di rumah komunitas, 2.030 orang di kantor Imigrasi, Ada sekitar 2.177 orang yang kini ditahan di rumah detensi imigrasi,
7.827 pengungsi dan 6.578 pencari suaka. Ia naik dari tahun lalu, Mereka terdiri 8.039 pengungsi dan 6.386 pencari suaka. jumlah pencari suaka plus pengungsi di Indonesia sekitar 14.425 orang. Menurut UNHCR per Januari 2017,
kulit putih. Penampilan para pengungsi ini pun sama seperti warga Cisarua; parasnya saja membedakan: hidung mancung, para pencari suaka justru lebih sering naik angkutan umum atau berjalan kaki. yang ditandai memakai mobil saat bepergian, tak seperti pelancong asal negara-negara Arab yang berpakaian serba parlente dan tajir, Namun, kebanyakan warga mafhum dengan ciri fisik mereka. Lantaran banyak pengungsi serta pelancong dari Arab,
Yang paling populer adalah Kampung Warung Kaleng. Bogor. Permukiman ini terletak di sepanjang Jalan Raya Puncak, Desa Tugu Selatan. Desa Tugu Utara. Kampung Sampay. Desa Batu Layang. Desa Ciburial. menolak diwawancarai.
Sedikitnya ada lima lokasi yang menjadi konsentrasi permukiman para pengungsi di Cisarua. “Maaf saya tidak mau,” kata Abu Muhammad sopan saat kami membuka obrolan,
Menanti di Cisarua
Ia tinggal bersama istri dan enam anaknya yang masih kecil. dekat dari Kantor Kepala Desa Tugu Utara. sebuah rumah petak, Abu Muhammad baru tiga bulan menempati kontrakan Haji Dedi, keluarga pengungsi dari Sudan. Kami diantarkan oleh Haji Dedi ke kediaman Abu Muhammad,
mereka menyapa: Assallamualaikum,” ujarnya. misal habis belanja, “Mereka kalau bertemu di jalan,
kebanyakan para pencari suaka lebih cenderung menutup diri. karena keterbatasan bahasa, Namun, hubungan para pengungsi dan warga berjalan baik. Menurut Haji Dedi,
sekarang pindah,” kata Haji Dedi. “Dulu sekolahnya di kampung sini,
tak jauh dari lokasi rumah. Selama itu juga keluarga tersebut tinggal dan membuka sekolah bagi anak-anak pengungsi di Kampung Ciburial, keluarga Thalib sudah menghuni rumah sewa miliknya selama enam tahun. sosok tokoh masyarakat di situ sekaligus pemilik rumah indekos, Menurut Haji Dedi,
“Saya sedang sakit,” katanya singkat.
Ia menolak diajak mengobrol. Thalib tinggal bersama enam anggota keluarganya. Orang mengenalnya dengan sebutan "kampung Arab" saking banyak pengungsi da pelancong Arab di situ. di sebuah desa bernama Tugu Utara. Keluarga Thalib asal Afganistan adalah salah satu yang tinggal di sebuah kampung bernama Warung Kaleng,
Ada juga yang memisahkan diri bagi para migran yang sudah berkeluarga. Kebanyakan mengontrak rumah warga. hidup berkelompok; mereka menyatu dengan warga lokal dan tinggal di rumah-rumah petak. termasuk para pengungsi, para pencari suaka, Di desa dan kampung-kampung Cisarua,
sekitar 30 menit dengan kendaraan dari terminal kota. sebuah kecamatan di kawasan puncak Bogor, Salah satu yang terkenal adalah Cisarua, banyak pencari suaka yang akhirnya menetap di sebuah perkampungan. Lantaran lama proses menunggu negara baru di tengah naiknya politik anti-imigran di seluruh dunia,
Tetapi itu kisah yang jarang kita kenal. tidak perlu bertahun-tahun. Mereka berharap proses mencari negara suaka bisa cepat, Banyak yang seperti Ali. Kehidupan tak pernah mudah bagi para pencari suaka.
Ia pergi dan menolak menjelaskan lebih jauh perjalanan hidupnya sebagai pencari suaka.
singkat. “Saya sudah 10 tahun di Indonesia,” kata Ali,
Ia terkatung-katung dan jauh lebih lama tinggal di Indonesia tanpa kepastian. sama seperti Ahmad. perjalanan Ali tampaknya juga masih panjang, Namun,
Terkatung-katung di Negara Transit
ia bertolak ke Indonesia untuk mengajukan diri ke kantor pengungsi PBB di Jakarta. Ali meminta menjadi warga negara Eropa. Merasa hidup tak aman di kota kelahirannya, pengungsi asal Lebanon—sebuah negara di Laut Tengah dan berbatasan dengan Suriah dan Israel—juga punya cerita hampir mirip. Ali, Sama seperti Ahmad,
“Mungkin bisa empat atau lima tahun lagi dapat warga negara baru,” katanya.
Dan harapan ini masih harus ditunggu lama. Ahmad justru berharap bisa mendapatkan status warga negara baru di Eropa. Meski kebanyakan para migran transit di Indonesia memilih ke Australia,
Itu pun yang bisa memberi,” ujarnya. “Orang kasihan sama saya karena tidak ada uang." saya minta ke teman. “Kalau mau makan,
Jakarta Selatan. sesama pengungsi dari Ethiopia, di bilangan Tebet, ia menumpang hidup di rumah kontrakan bersama temannya, Dengan duit terbatas, lalu mengajukan diri sebagai pengungsi di kantor UNHCR Jakarta. Ahmad berangkat seorang diri, Buat mencari akal tidak ditahan otoritas imigrasi, Ahmad bertolak ke Jakarta setahun lalu dengan menggunakan visa wisata.
“Makanya saya datang ke UNHCR,” tutur Ahmad.
Tidak ada keadaan aman di negara saya.” maka akan mati. “Kalau saya bertahan di negara asal saya, “Di negara saya tidak bisa hidup karena konflik,” katanya.
Kondisi negaranya yang terus bergolak dan kemiskinan parah itu yang membuat Ahmad terbang sebagai pencari suaka.
antara 1998 hingga 2000. termasuk perang perbatasan dengan Eritrea, sekaligus menyimpan peradaban mengagumkan serta kekerasan bersenjata akut, yang dilanda kelaparan, Ethiopia adalah salah satu negara termiskin di dunia, dengan 34 persen penduduknya beragama Islam. dengan penduduk sekitar 99,5 juta dan kedua terbesar di benua Afrika sesudah Nigeria, sebuah negara di Tanduk Afrika, Ahmad adalah pengungsi dari Ethiopia,
"Biar hidup di negara baru dan dikasih warga negara baru,” ia berharap.
"Saya tinggal tunggu panggilan saja dan diberangkatkan ke negara baru." “Kartu pengungsi saya sudah dapat," kata Ahmad dalam bahasa Inggris yang terbata-bata.
Beberapa lain yang datang ke kantor tersebut untuk mengajukan diri mendapatkan kartu pengungsi dari UNHCR. dan bermuka Arab. Saban hari mereka mendatangi kantor UNHCR untuk memastikan kapan mereka bisa mendapatkan negara suaka. hidung mancung, Sembilan rekan lain berkulit putih, Ahmad berkulit hitam.
Mereka duduk di luar pintu kantor UNHCR dan menunggu nama mereka dipanggil satu persatu. ada sembilan pencari suaka lain yang menanti nasib serupa. Bersama dia, Ahmad tengah menanti kepastian. Jakarta Pusat. bilangan Kebon Sirih, Ia mondar-mandir di depan kantor Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) Indonesia, terlihat gelisah. 20 tahun, Ahmad, Selasa siang lalu,
Source: tirto.id
EmoticonEmoticon
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.