Sabtu (8/7/2017) malam.Jember, Wijatmiko (30) tertidur pulas ketika Surya menyambanginya di Ruang Mawar RSD dr Soebandi,
Jarum infus tertancap di tangannya. Dalam kondisi seperti itu, Hendro tak tampak mengeluhkan perutnya yang sering nyeri akibat bersarangnya paku payung dan logam lain dalam usus.
Sang ibu, Siti Khatijah, dan sang bibi juga tengah bersiap tidur di lantai samping bawah ranjang Hendro.
Kelambu biru menjadi satu-satunya penghalang antara tempat tidur kecil itu dengan tempat tidur pasien lain.
Kelambu lain menjadi sekat sebagai penghalang dari luar.
Di Ruang Mawar, ada beberapa pasien lain yang juga ditemani keluarganya.
Bilik tempat Hendro berbaring terbilang sepi dibanding yang lain. Beberapa bilik lain tampak di penuhi oleh keluarga pasien.
"Empat hari dia tidak mau makan, perutnya kembung, katanya," terang Siti, menceritakan awal mula keluhan nyeri perut Hendro sebelum dibawa ke rumah sakit.
Setidaknya, empat hari Hendro merasakan rasa nyeri yang luar biasa di bagian perut.
Sang ibu dan anggota keluarga lain pun tak pernah mengira bahwa nyeri tersebut akibat bersarangnya logam-logam dalam usus.
Toh, selama ini mereka juga tak tahu bahwa Hendro pernah, jika tidak dibilang sering, menelan benda-benda tak wajar untuk dimakan itu.
Hendro selama ini tinggal bersama keluarganya di Desa Kilensari, Kecamatan Panarukan, Situbondo.
Entah kapan dan bagaimana caranya, kebiasaan mengonsumsi paku payung itu tak terendus oleh keluarga. itu tak lepas dari Hendro yang memiliki riwayat gangguan jiwa.
Barangkali,
Itu sebabnya, Siti kaget bukan kepalang ketika dokter menjelaskan hasil diagnosa rontgen di RSUD Abdoer Rahem, Situbondo, sebelum dirujuk ke RSD dr Soebandi.
"Saya kaget, Hendro langsung dirujuk ke sini," tambahnya, menunjukan wajah lelah namun tetap tersenyum.
Hendro mulai mengeluhkan rasa nyeri di perutnya sekitar empat hari.
Sebelum dibawa ke rumah sakit, ia sempat diobati secara sederhana. Keluarga memanggilkan untuknya tukang pijit.
Merasakan pijit yang teratur, Hendro pun mengaku rasa nyerinya berkurang.
"Kok enak rasanya (dipijit)," kata Hendro, kepada Siti suatu ketika.
Siti pun senang mendengar respons tersebut. Ia bahkan tak pernah kepikiran bahwa rasa sakit pada perut Hendro diakibatkan logam-logam dalam usus dan membuat sang anak harus menginap berhari-hari di rumah sakit.
Setelah dibawa ke rumah sakit, dirujuk ke rumah sakit lain, hingga kini, kondisi Hendro mulai mendingan.
Setidaknya, begitu keterangan yang ibu yang telaten mendampingi anak kedua dari dua bersaudara itu.
Melihat fakta itu, keluarga Hendro pun tak berpikir bahwa logam-logam di perut itu akibat dari ulah kegiatan-kegiatan klenik.
Dari informasi yang didapat Siti, tindakan medis operasi buat sang anak baru akan dilakukan Senin (10/7/2017) besok.
Tak lama setelah perbincangan Siti dengan Surya, bibi Hendro yang sebelumnya pergi ke tempat lain kembali.
Ia mengaku dipanggil oleh perawat yang bertugas. Sang perawat menanyakan Surya yang datang malam itu.
"Harus ada surat pengantarnya kalau mau wawancara," kata sang perawat kepada bibi Hendro.
Atas alasan tersebut, obrolan itu pun berakhir.
Menurut dr Jusina Evy Tyaswati SpKJ, Kepala Humas RSD dr Soebandi, peliputan saat hari libur biasanya sulit dilakukan karena tidak ada staf humas yang mendampingi.
"Dan perawat takut untuk memberi izin," terangnya.
RSD dr Soebandi pertama kali menangani kasus seperti ini. Menurut Evy, hal yang menjadi perhatian pihak rumah sakit saat ini adalah potensi usus pecah.
"Diamati dan diukur lingkar perutnya supaya bisa diketahui apabila ada peningkatan lebar pinggang pasien. Apabila ada peningkatan mendadak, bisa segera dilakukan tindakan dan bisa mencegah pecahnya usus dan infeksinya rongga perut dan organ-organ dalam perut," terangnya.
Secara medis, usus harus bergerak. Karena ada benda tajam di dalamnya, pergerakan pada usus memungkinkan adanya pergeseran yang menimbulkan luka.
Masalahnya, kata Evy, logam tajam di dalam usus Hendro beberapa sudah saling bertumpukan. Andai jumlah logam tajam itu masih jarang, kemungkinan usus pecah tidak akan terjadi.
Saat ditanya tentang kemungkinan tindakan operasi bagi Hendro, Evy menjawab, belum bisa ditentukan.
"Kecuali pecah (usus) atau infeksi (organ dalam perut lain)," terangnya.
Sementara tindakan medis lain, seperti endoskopi, sudah tidak bermanfaat jika dilakukan. tindakan itu hanya melihat benda-benda asing sampai pada lambung.
Soalnya,
Sementara paku payung dalam perut Hendro sudah berada di bawah lambung.
Hendro masuk ke RSD dr Soebandi dengan kondisi fisik sehat. Ia bisa berjalan. Tapi tetap merasakan nyeri di perut.
"Kesadarannya bagus. Tensinya bagus. Kooperatif juga. Bisa diajak ngobrol. Bisa ditanya. Menjawab dengan bagus," terangnya.
Adanya paku payung dan benda tajam lain dalam usus tersebut diketahui setelah hasil rontgen polos RS yang merujuknya, muncul.
Kepada petugas medis, kata Evy, Hendro mengakui mulai menelan paku payung sejak 4 tahun yang lalu.
Tindakan awal yang dilakukan pihak RSD Soebandi kepada Hendro, yakni melakukan penyuntikan untuk mengurangi rasa nyeri di perut.
Ia juga diberi beberapa jenis obat untuk mengatasi masalah pencernaan.
Petugas medis RSD dr Soebandi pun melakukan rontgen ulang kepada Hendro.
Dalam rontgen ulang itu, pihaknya menambahkan cairan dari mulut untuk melihat jalan makanan dan mengamati ada tidaknya luka di mukosa sal makanan.
Evy mengatakan, hasil foto rontgen ini masih belum muncul. Hasil diagnosa rontgen nantinya dipakai untuk menentukan tindakan lebih lanjut.
Sampai saat ini, tindakan yang diberlakukan untuk Hendro adalah, "Diberi infus dan suntikan penghilang nyeri dan suntikan untuk pelindungan mukosa lambung dan usus," terangnya.
Wijatmiko (30) tertidur pulas ketika Surya menyambanginya di Ruang Mawar RSD dr Soebandi, Jember, Sabtu (8/7/2017) malam.
Source: Tribunnews.com
EmoticonEmoticon
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.